Sore itu, hari nampak bersahabat.
Kilauan sang surya mulai redup tak begitu menyilaukan mata. Langit berwarna
kuning telur. Terdengar suara bunyi mesin bus yang hendak melaju. Seorang
pengamen juga ikut berdesakan masuk ke dalam bus tersebut. Dari kejauhan nampak
seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah berlari dan melambaikan
tangannya, kemudian dia masuk ke dalam bus dengan nafas yang tidak teratur
ditambah dengan udara yang tidak dapat bergerak di dalam bus itu , tetesan
keringatpun jatuh dari wajahnya . Seketika wajahnya terlihat bingung, dia
menoleh mencari-cari tempat duduk yang kosong, dan ternyata semua kursi di
dalam bus tersebut telah berpenghuni. Dia terpaksa berdiri di tengah-tengah kursi
bus dan berhadapan-hadapan dengan seorang pengamen yang sedang menunjukkan
bakatnya itu, sesekali dia harus berdesakan dengan kernet yang hendak menarik ongkos bus.
Setelah sekitar lima belas menit,
akhirnya salah seorang penumpang turun, dia pun dengan cepat meraih kursi yang
telah kosong itu. Dia duduk dengan tenang, menghembuskan nafas lega dan memijati
betisnya yang kram karena lama
berdiri di dalam bus itu. Tiba-tiba seseorang di sampingnya menepuk pundaknya.
“Hai Izy? dari mana?’’ tanya seoarang
lelaki yang seumuran dengan dia.
Dia sedikit kaget dan salah tingkah.
“Ha….Hai Kai ! aku baru pulang sekolah,”
jawabnya gugup.
“Sejak kapan kamu kembali kesini? memang
sudah liburan sekolah?” tanya Izy.
“Oh sejak kemarin..aku lagi liburan jadi
aku sengaja ngabisin liburan disini.
Memang sekolahmu belum liburan?” tanya
Kai.
“Belum, liburan semesternya baru minggu
depan.” jawab Izy.
Keheningan Izy dan Kai mengalahkan
keheningan di dalam bus itu, yang terdengar hanya deru mesin bus yang terdengar
kasar. Sesekali tanpa sepengetahuan Kai, Izy menatap Kai dan memperhatikannya,
namun ketika Kai juga melihatnya Izy, dia memalingkan muka seolah tidak
mengenal Kai. Penumpang semakin
berkurang, satu persatu mereka turun. Dan giliran Izy turun.
“Kai aku turun duluan ya.”
“Oh iya, hati-hati Izy.”
“Oke..malem Kai.”
Senyuman mereka terlihat seperti sinar
bulan yang telah lama tidak menyinari bumi dan terdapat suatu isyarat disitu.Sesampainya
dirumah, Izy termenung di kamarnya. Dia membayangkan apa yang terjadi hari ini,
wajahnya seperti bunga mawar yang segar karena embun dengan senyuman-senyuman
kecil yang sering kali muncul tanpa sebab. Kemudian, dia menuju lemari baju
yang terletak di sebelah kamarnya, dengan semangat dia mengeluarkan semua barang
yang ada di dalamnya.
“Nah ini dia!” seru Izy.
Dia membuka kotak yang terlihat hampir
berjamur dan berdebu. Kotak yang tidak
begitu besar, bentuknya seperti kardus mie
namun kardus tersebut dilapisi kertas kado berwarna peach dengan motif bunga, dan diatas kotak kardus tersebut
terpampang sebuah tempelan kertas yang tertulis ‘Don’t forgotten my love’ dengan spidol berwarna merah menyala.
Ketika Izy membuka kotak tersebut,
suasana yang tadinya menyenangkan dan membuat dirinya melayang berubah 180
derajat. Kotak itu bagai kotak yang kelam dan suram. Izy terperangkap oleh
masalalunya lagi. Dia mulai terbayang sakit yang pernah dia alami. Lelaki yang
duduk disampingnya tadi ketika ia hendak pulang ke rumahnya adalah pacar
pertama Izy. Di dalam kotak itu Izy menyimpan semua kenangan antara Izy dan
Kai, mulai dari foto-foto mereka berdua, surat-surat cinta, diary, dan beberapa barang yang
diberikan Kai pada Izy.
Izy memang berbeda sekolah dengan Kai .
Izy mengenal Kai pada saat mereka mengikuti olimpiade kimia bersama. Izy
teringat kembali pada kenangan-kenangannya
bersama Kai, dimulai pada saat mereka pertama bertemu hingga perpisahan
yang tak diinginkannya itu.
Pada waktu itu, Izy masih duduk di kelas
sepuluh. Dia ditunjuk oleh sekolah untuk mengikuti olimpiade kimia tingkat
kota. Izy memang anak yang pintar namun dia adalah wanita yang pendiam dan malu.
Izy hanya memiliki beberapa teman, itu karena dia jarang bergaul bersama
teman-temannya.
Hari itu sekolah Izy dipenuhi siswa-siswi
SMA dengan wajah-wajah yang asing baginya. Mereka datang dari berbagai sekolah
untuk mengikuti olimpiade kimia yang kebetulan diselenggarakan di sekolahnya .
Izy berjalan memasuki pagar sekolah, dia terlihat seperti seorang jenius dan
lebih tepatnya kutu buku . Dia membaca sepanjang jalan menuju ruang kelas yang
umurnya mungkin lebih tua darinya, maklum bangunan sekolahnya memang termasuk
bangunan tua dan hanya beberapa yang direnovasi.
Izy memasuki ruang kelas itu, dan di
sana sudah terdapat beberapa anak duduk di bangku yang sesuai dengan nomer
peserta mereka. Mereka tampak sibuk menghafal dan membahas soal-soal kimia yang
mungkin akan keluar pada olimpiade kimia hari itu, ada yang berjalan
berkeliling ruang kelas memandang sudut demi sudut ruangan itu, mungkin karena
mereka baru mengetahui bangunan sekolah yang berumur itu, ada yang beberapa
anak yang mungkin satu sekolah karena memakai seragam yang sama sibuk meminta
doa dari guru-guru yang mendampingi mereka, dan sebagian berkenalan dengan
teman baru dari sekolah lain. Izy hanya duduk di pojok belakang kelas dengan memegang buku, dan sesekali
pandangannya memperhatikan tingkah laku mereka. Di sebelahnya ada seorang anak
lelaki yang berambut gimbal, berkulit hitam, dan wajahnya terlihat serius menghafal
rumus-rumus kimia yang begitu rumit. Izy tidak berniat berkenalan seperti yang
dilakukan sebagian anak-anak di ruangan itu, dia memang sulit bergaul dengan
oran yang masih baru.
Lonceng berbunyi, itu tandanya olimpiade
kimia akan dimulai. Dua orang wanita tampak terlihat berjalan menuju ruangan itu,
suara sepatu merekapun terdengar karena keadaan begitu sunyi. Mereka adalah
pengawas olimpiade kimia di ruang itu, yang satu terlihat muda dan berkerudung,
dan yang satu lagi terlihat berumur dan mengenakan kaca mata. Terdengar dari
suaranya, mereka begitu galak dan disiplin. Setelah mereka membacakan tata
tertib, mereka membagikan soal dan lembar jawaban.
“Siapa yang belum datang? Kok masih ada bangku yang kosong? Ini
olimpiade bukan ulangan,” ujar pengawas berkacamata itu.
Semua murid terdiam, tidak ada yang
berani menjawab entah mereka takut atau benar-benar tidak tahu.
Izy baru sadar, ternyata bangku di
depannya tidak berpenghuni. Dia pikir mungkin peserta itui mengundurkandiri
atau sakit sehingga tidak dapat hadir. Setelah sepuluh menit berlalu, tiba-tiba
seorang anak lelaki terlihat dari balik pintu, dia nampak lelah karena berlari,
sesekali dia menarik nafas panjang. Pandangan Izy yang semula konsen mengerjakan soal teralihkan
karenanya.
“Maaf
Bu.. saya telat,” ucap siswa lelaki itu.
“Kamu yang namanya Kai? nomer peserta
33-033-8? kenapa kamu bisa telat! tidak disiplin!” ujar ibu pengawas berkaca
mata.
“Maaf Bu..tadi saya mengalami kecelakaan
jadi saya harus ke rumah sakit terlebih dahulu,” jawab Kai.
“Baiklah duduk cepat di bangku kamu,isi
daftar hadir lalu kerjakan soal kamu!”perintah ibu pengawas berkacamata.
Dia berjalan menuju bangku yang berada tapt di
depan Izy. Ketika hendak duduk, dia menggeser kursinya kebelakang sehingga
mengenai meja Izy, mungkin karena tempat duduknya terlalu sempit.
“Oh..maaf, ya! aku gak sengaja, bangkunya terlalu sempit,” ucap Kai.
“Oh..iya..gak masalah,” jawab Izy dengan nada yang sedikit salah tingkah.
Izy hanya tersenyum mengetahui bangkunya
terlalu sempit, walaupun badannya tidak sebesar kingkong. Sejenak Izy berpikir
tentang lelaki bernama Kai yang duduk di depannya, dia tinggi dengan rambut
lurus yang tertata rapi dan sangat cocok
dengan wajahnya, kulitnya putih, matanya
sipit, dan dilihat dari fisiknya dia keturunan orang Cina. Satu hal yang jelas
terlihat dari kai, dia adalah sosok lelaki yang pintar dan jenius.
Ketika menunggu pengumuman, tidak
sengaja ada teman Izy yang mengenalkan Izy pada Kai. Mereka berdua terlihat
berbincang-bincang.
“Hai aku Kai..Kamu yang tadi duduk
dibelakangku kan? maaf ya soal yang tadi,” tanya Kai.
“Iya.. nyantai aja! aku Izy,” jawabnya.
“Kalian cocok ya, sama-sama pintar!”
ujar salah satu teman Izy.
“Haah…apa-apaan. Sudah jangan ngegosip
terus!” bantah Izy.
Beberapa lama berbincang kemudian, Izy
kaget ketika mengetahui bahwa Kai adalah seorang Kristen. Izy sedikit kecewa
mengetahui hal itu karena Izy sendiri berkeyakinan Islam.
Setelah hampir dua jam akhirnya pengumuman
terpampang di mading sebelah ruang guru. Mading tersebut begitu sesak dengan
kerumunan manusia yang tidak sabar melihat hasil pengumuman, Izy berusaha
mendapatkan ruang diantara orang-orang yang menutupi mading tersebut. Hanya beberapa
menit , Izy keluar dari kerumunan orang-orang di madding itu dan Izy berteriak
senang ketika melihat namanya terpampang di urutan nomer dua
Meskipun dia hanya berada di urutan
kedua, senyumnya melebar, dia merasa seperti Einstein muda yang baru
memenangkan sebuah nobel. Pada saat
penerimaan piala, para pemenang di panggil untuk naik ke atas panggung. Dimulai
dari urutan ke tiga, lalu Izy di urutan kedua, dan Izy terlihat kaget ketika
nama Kai dipanggil dan menempati urutan pertama. . Dia begitu senang sehingga
lupa melihat pemenang urutan pertama dan ketiga. Mereka menerima piala dari
bapak walikota,. Setelah turun dari atas panggung Kai menyalami Izy dan
memberikan selamat. Mereka sempat bertukar nomer telfon,mereka berdua terlihat
akrab dalam hitungan jam, mungkin karena mereka sama-sama pintar jadi apa yang
dibicarakan mereka dapat saling dimengerti.
Padas intinya, Izy ternyata jatuh cinta
pada pandangan pertama terhadap Kai, dia terus memikirkan Kai. Meskipun Izy
tidak tahu apakah Kai juga menyukai Izy. Malam itu begitu dingin, namun terasa
hangat bagi Izy karena dia sedang dimabuk cinta. Tiba-tiba terdengar dering handphone miliknya, dia sangat antusias
dan segera berlari menggambilnya, sesuai dengan harapannya itu adalah Kai.
Sejak malam itu, mereka terus berkomunikasi hampir setiap hari. Semakin hari
Kai dan Izy semakin dekat.
Sampai suatu hari, Kai mengajak Izy untuk
bertemu di taman dekat rumahnya. Kebetulan rumah Kai dan Izy tidak terlalu
jauh, dibutuhkan waktu lima menit dengan mengendarai sepeda motor. Kai menyuruh
Izy untuk menunggu sebentar. Izy duduk di rerumputan sambil memperhatikan sekelilingnya.
Terangnya bulan purnama pada saat itu menambah suasana yang romantis. Tiba-tiba
dari belakang terdengar suara Kai, Kai bernyanyi dengan bermain gitar dan membawakan
sebuah lagu yang dia karang sendiri untuk Izy. Izy speechless tidak percaya jika Kai bernyanyi untuknya, dia baru
mendengar ternyata Kai memiliki suara yang bagus, mungkin itu karena
kebiasaannya bernyanyi di gereja. Setelah itu Kai menyatakan perasaannya pada
Izy.
“Izy..aku tahu kita sangat berbeda,
meskipun ada perbedaan yang tajam diantara kita, bolehkah aku menyukaimu?”
tanya Kai.
“Eh…Eh..Kai..aku juga menyukaimu,
meskipun aku tahu ini tidak mudah untuk dijalani kerena kita berbeda keyakinan,”
jawab Izy.
Izy tidak dapat menyembunyikan
kebahagiaannya, mukanya memerah dan matanya terus menatap Kai. Dia tidak
percaya, ternyata Kai juga mencintainya. ‘Ini
benar-benar seperti harapan yang menjadi nyata!’ gumam Izy.
Setalah lima bulan berlalu, hubungan
antara Kai dan Izy ternyata di terdengar oleh kedua orang tua Izy. Dan saat itu
juga, orang tua Izy menyuruh Kai untuk tidak berhubungan dan menemui Izy lagi.
Orang tua Izy begitu marah mengetahui anaknya mempunyai hubungan dengan
seseorang yang berbeda keyakinan. Orang tua Izy menentang keras hubungan mereka
karena ayah Izy adalah salah seorang pemuka agama di kota itu, ayah Izy tidak
ingin orang lain menghina atau membicarakan Izy yang tidak-tidak jadi demi kebaikan Izy,
hubungannya dengan Kai harus di akhiri. Akhirnya Izy mengakhiri hubungannya
dengan Kai meskipun dia sama sekali tidak ingin hubungannya berakhir.
Setelah satu tahun, Izy tidak
berhubungan dengan Kai lagi, dia tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu
dengan Kai. Izy mematuhi perintah orang tuanya.
Suatu saat ketika dia mengikuti lomba
kimia pada tahun berikutnya, Izy mencari-cari sosok Kai. Dia begitu
merindukannya, namun di sana tidak ada Kai. Kemudian dia bertemu dengan teman
satu sekolah Kai dan dia menanyakan Kai. Ternyata Kai telah pindah sekolah ke
kota lain dan tanpa sengaja temannya menyebutkan bahwa Kai memiliki seorang
pacar yang cantik di sekolah barunya. Mendengar hal itu, Izy begitu terpukul,
dia mengerjakan soal olimpiade dengan pikiran yang tidak jernih sehingga banyak
jawaban yang tidak terisi. Dia menangis berhari-hari dan hidupnya berubah
menjadi suram. Dia mengkemasi semua barang-barang yang berhubungan dengan Kai
dan menempatkannya pada kotak kardus lalu ia menyimpannya. Semenjak hal itu terjadi, dia berjanji tidak
akan mencintai seseorang yang berbeda keyakinan.
Namun sekarang, setelah Izy bertemu Kai
di bus itu. Dia bertekad untuk melepaskan Kai, karena Kai terlihat bahagia dan
dia tidak ingin menyakiti Kai dengan tetap berhubungan dengannya. Dia membakar
seluruh isi kotak itu. Dia cukup senang karena hari itu dia dapat melihat wajah
Kai lagi, Kai pun menyapanya dan tidak membenci Izy. Meskipun Izy melupakan Kai namun rasa cinta
Izy pada Kai tidak benar-benar hilang.