Selasa, 01 Mei 2012

Cinta Izy yang Terlupakan


Sore itu, hari nampak bersahabat. Kilauan sang surya mulai redup tak begitu menyilaukan mata. Langit berwarna kuning telur. Terdengar suara bunyi mesin bus yang hendak melaju. Seorang pengamen juga ikut berdesakan masuk ke dalam bus tersebut. Dari kejauhan nampak seorang gadis yang masih mengenakan seragam sekolah berlari dan melambaikan tangannya, kemudian dia masuk ke dalam bus dengan nafas yang tidak teratur ditambah dengan udara yang tidak dapat bergerak di dalam bus itu , tetesan keringatpun jatuh dari wajahnya . Seketika wajahnya terlihat bingung, dia menoleh mencari-cari tempat duduk yang kosong, dan ternyata semua kursi di dalam bus tersebut telah berpenghuni. Dia terpaksa berdiri di tengah-tengah kursi bus dan berhadapan-hadapan dengan seorang pengamen yang sedang menunjukkan bakatnya itu, sesekali dia harus berdesakan dengan kernet yang hendak menarik ongkos bus.

Setelah sekitar lima belas menit, akhirnya salah seorang penumpang turun, dia pun dengan cepat meraih kursi yang telah kosong itu. Dia duduk dengan tenang, menghembuskan nafas lega dan memijati betisnya yang kram karena lama berdiri di dalam bus itu. Tiba-tiba seseorang di sampingnya menepuk pundaknya.

“Hai Izy? dari mana?’’ tanya seoarang lelaki yang seumuran dengan dia.

Dia sedikit kaget dan salah tingkah.

“Ha….Hai Kai ! aku baru pulang sekolah,” jawabnya gugup.
“Sejak kapan kamu kembali kesini? memang sudah liburan sekolah?” tanya Izy.
“Oh sejak kemarin..aku lagi liburan jadi aku sengaja ngabisin liburan disini. Memang  sekolahmu belum liburan?” tanya Kai.
“Belum, liburan semesternya baru minggu depan.” jawab Izy.

Keheningan Izy dan Kai mengalahkan keheningan di dalam bus itu, yang terdengar hanya deru mesin bus yang terdengar kasar. Sesekali tanpa sepengetahuan Kai, Izy menatap Kai dan memperhatikannya, namun ketika Kai juga melihatnya Izy, dia memalingkan muka seolah tidak mengenal Kai.  Penumpang semakin berkurang, satu persatu mereka turun. Dan giliran Izy turun.

“Kai aku turun duluan ya.”
“Oh iya, hati-hati Izy.”
“Oke..malem Kai.”

Senyuman mereka terlihat seperti sinar bulan yang telah lama tidak menyinari bumi dan terdapat suatu isyarat disitu.Sesampainya dirumah, Izy termenung di kamarnya. Dia membayangkan apa yang terjadi hari ini, wajahnya seperti bunga mawar yang segar karena embun dengan senyuman-senyuman kecil yang sering kali muncul tanpa sebab. Kemudian, dia menuju lemari baju yang terletak di sebelah kamarnya, dengan semangat dia mengeluarkan semua barang yang ada di dalamnya.
“Nah ini dia!” seru Izy.
Dia membuka kotak yang terlihat hampir berjamur  dan berdebu. Kotak yang tidak begitu besar, bentuknya seperti kardus mie namun kardus tersebut dilapisi kertas kado berwarna peach dengan motif bunga, dan diatas kotak kardus tersebut terpampang sebuah tempelan kertas yang tertulis ‘Don’t forgotten my love’ dengan spidol berwarna merah menyala.

Ketika Izy membuka kotak tersebut, suasana yang tadinya menyenangkan dan membuat dirinya melayang berubah 180 derajat. Kotak itu bagai kotak yang kelam dan suram. Izy terperangkap oleh masalalunya lagi. Dia mulai terbayang sakit yang pernah dia alami. Lelaki yang duduk disampingnya tadi ketika ia hendak pulang ke rumahnya adalah pacar pertama Izy. Di dalam kotak itu Izy menyimpan semua kenangan antara Izy dan Kai, mulai dari foto-foto mereka berdua, surat-surat cinta, diary, dan beberapa barang yang diberikan Kai pada Izy.

Izy memang berbeda sekolah dengan Kai . Izy mengenal Kai pada saat mereka mengikuti olimpiade kimia bersama. Izy teringat kembali pada kenangan-kenangannya  bersama Kai, dimulai pada saat mereka pertama bertemu hingga perpisahan yang tak diinginkannya itu.

Pada waktu itu, Izy masih duduk di kelas sepuluh. Dia ditunjuk oleh sekolah untuk mengikuti olimpiade kimia tingkat kota. Izy memang anak yang pintar namun dia adalah wanita yang pendiam dan malu. Izy hanya memiliki beberapa teman, itu karena dia jarang bergaul bersama teman-temannya.

Hari itu sekolah Izy dipenuhi siswa-siswi SMA dengan wajah-wajah yang asing baginya. Mereka datang dari berbagai sekolah untuk mengikuti olimpiade kimia yang kebetulan diselenggarakan di sekolahnya . Izy berjalan memasuki pagar sekolah, dia terlihat seperti seorang jenius dan lebih tepatnya kutu buku . Dia membaca sepanjang jalan menuju ruang kelas yang umurnya mungkin lebih tua darinya, maklum bangunan sekolahnya memang termasuk bangunan tua dan hanya beberapa yang direnovasi.

Izy memasuki ruang kelas itu, dan di sana sudah terdapat beberapa anak duduk di bangku yang sesuai dengan nomer peserta mereka. Mereka tampak sibuk menghafal dan membahas soal-soal kimia yang mungkin akan keluar pada olimpiade kimia hari itu, ada yang berjalan berkeliling ruang kelas memandang sudut demi sudut ruangan itu, mungkin karena mereka baru mengetahui bangunan sekolah yang berumur itu, ada yang beberapa anak yang mungkin satu sekolah karena memakai seragam yang sama sibuk meminta doa dari guru-guru yang mendampingi mereka, dan sebagian berkenalan dengan teman baru dari sekolah lain. Izy hanya duduk di pojok belakang  kelas dengan memegang buku, dan sesekali pandangannya memperhatikan tingkah laku mereka. Di sebelahnya ada seorang anak lelaki yang berambut gimbal, berkulit hitam, dan wajahnya terlihat serius menghafal rumus-rumus kimia yang begitu rumit. Izy tidak berniat berkenalan seperti yang dilakukan sebagian anak-anak di ruangan itu, dia memang sulit bergaul dengan oran yang masih baru.

Lonceng berbunyi, itu tandanya olimpiade kimia akan dimulai. Dua orang wanita tampak terlihat berjalan menuju ruangan itu, suara sepatu merekapun terdengar karena keadaan begitu sunyi. Mereka adalah pengawas olimpiade kimia di ruang itu, yang satu terlihat muda dan berkerudung, dan yang satu lagi terlihat berumur dan mengenakan kaca mata. Terdengar dari suaranya, mereka begitu galak dan disiplin. Setelah mereka membacakan tata tertib, mereka membagikan soal dan lembar jawaban.
“Siapa yang belum datang? Kok masih ada bangku yang kosong? Ini olimpiade bukan ulangan,” ujar pengawas berkacamata itu.
Semua murid terdiam, tidak ada yang berani menjawab entah mereka takut atau benar-benar tidak tahu.
Izy baru sadar, ternyata bangku di depannya tidak berpenghuni. Dia pikir mungkin peserta itui mengundurkandiri atau sakit sehingga tidak dapat hadir. Setelah sepuluh menit berlalu, tiba-tiba seorang anak lelaki terlihat dari balik pintu, dia nampak lelah karena berlari, sesekali dia menarik nafas panjang. Pandangan Izy  yang semula konsen mengerjakan soal teralihkan karenanya.

 “Maaf Bu.. saya telat,” ucap siswa lelaki itu.
“Kamu yang namanya Kai? nomer peserta 33-033-8? kenapa kamu bisa telat! tidak disiplin!” ujar ibu pengawas berkaca mata.
“Maaf Bu..tadi saya mengalami kecelakaan jadi saya harus ke rumah sakit terlebih dahulu,” jawab Kai.
“Baiklah duduk cepat di bangku kamu,isi daftar hadir lalu kerjakan soal kamu!”perintah ibu pengawas berkacamata.
 Dia berjalan menuju bangku yang berada tapt di depan Izy. Ketika hendak duduk, dia menggeser kursinya kebelakang sehingga mengenai meja Izy, mungkin karena tempat duduknya terlalu sempit.

“Oh..maaf, ya! aku gak sengaja, bangkunya terlalu sempit,” ucap Kai.
“Oh..iya..gak masalah,” jawab Izy dengan nada yang sedikit salah tingkah.

Izy hanya tersenyum mengetahui bangkunya terlalu sempit, walaupun badannya tidak sebesar kingkong. Sejenak Izy berpikir tentang lelaki bernama Kai yang duduk di depannya, dia tinggi dengan rambut lurus yang tertata rapi dan sangat  cocok dengan wajahnya,  kulitnya putih, matanya sipit, dan dilihat dari fisiknya dia keturunan orang Cina. Satu hal yang jelas terlihat dari kai, dia adalah sosok lelaki yang pintar dan jenius.

Ketika menunggu pengumuman, tidak sengaja ada teman Izy yang mengenalkan Izy pada Kai. Mereka berdua terlihat berbincang-bincang.

“Hai aku Kai..Kamu yang tadi duduk dibelakangku kan? maaf ya soal yang tadi,” tanya Kai.
“Iya.. nyantai aja! aku Izy,” jawabnya.
“Kalian cocok ya, sama-sama pintar!” ujar salah satu teman Izy.
“Haah…apa-apaan. Sudah jangan ngegosip terus!” bantah Izy.

Beberapa lama berbincang kemudian, Izy kaget ketika mengetahui bahwa Kai adalah seorang Kristen. Izy sedikit kecewa mengetahui hal itu karena Izy sendiri berkeyakinan Islam.

Setelah hampir dua jam akhirnya pengumuman terpampang di mading sebelah ruang guru. Mading tersebut begitu sesak dengan kerumunan manusia yang tidak sabar melihat hasil pengumuman, Izy berusaha mendapatkan ruang diantara orang-orang  yang menutupi mading tersebut. Hanya beberapa menit , Izy keluar dari kerumunan orang-orang di madding itu dan Izy berteriak senang ketika melihat namanya terpampang di urutan nomer dua

Meskipun dia hanya berada di urutan kedua, senyumnya melebar, dia merasa seperti Einstein muda yang baru memenangkan sebuah nobel.  Pada saat penerimaan piala, para pemenang di panggil untuk naik ke atas panggung. Dimulai dari urutan ke tiga, lalu Izy di urutan kedua, dan Izy terlihat kaget ketika nama Kai dipanggil dan menempati urutan pertama. . Dia begitu senang sehingga lupa melihat pemenang urutan pertama dan ketiga. Mereka menerima piala dari bapak walikota,. Setelah turun dari atas panggung Kai menyalami Izy dan memberikan selamat. Mereka sempat bertukar nomer telfon,mereka berdua terlihat akrab dalam hitungan jam, mungkin karena mereka sama-sama pintar jadi apa yang dibicarakan mereka dapat saling dimengerti.

Padas intinya, Izy ternyata jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Kai, dia terus memikirkan Kai. Meskipun Izy tidak tahu apakah Kai juga menyukai Izy. Malam itu begitu dingin, namun terasa hangat bagi Izy karena dia sedang dimabuk cinta. Tiba-tiba terdengar dering handphone miliknya, dia sangat antusias dan segera berlari menggambilnya, sesuai dengan harapannya itu adalah Kai. Sejak malam itu, mereka terus berkomunikasi hampir setiap hari. Semakin hari Kai dan Izy semakin dekat.

Sampai suatu hari, Kai mengajak Izy untuk bertemu di taman dekat rumahnya. Kebetulan rumah Kai dan Izy tidak terlalu jauh, dibutuhkan waktu lima menit dengan mengendarai sepeda motor. Kai menyuruh Izy untuk menunggu sebentar. Izy duduk di rerumputan sambil memperhatikan sekelilingnya. Terangnya bulan purnama pada saat itu menambah suasana yang romantis. Tiba-tiba dari belakang terdengar suara Kai, Kai bernyanyi dengan bermain gitar dan membawakan sebuah lagu yang dia karang sendiri untuk Izy. Izy speechless tidak percaya jika Kai bernyanyi untuknya, dia baru mendengar ternyata Kai memiliki suara yang bagus, mungkin itu karena kebiasaannya bernyanyi di gereja. Setelah itu Kai menyatakan perasaannya pada Izy.

“Izy..aku tahu kita sangat berbeda, meskipun ada perbedaan yang tajam diantara kita, bolehkah aku menyukaimu?” tanya Kai.
“Eh…Eh..Kai..aku juga menyukaimu, meskipun aku tahu ini tidak mudah untuk dijalani kerena kita berbeda keyakinan,” jawab Izy.

Izy tidak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, mukanya memerah dan matanya terus menatap Kai. Dia tidak percaya, ternyata Kai juga mencintainya. ‘Ini benar-benar seperti harapan yang menjadi nyata!’ gumam Izy.

Setalah lima bulan berlalu, hubungan antara Kai dan Izy ternyata di terdengar oleh kedua orang tua Izy. Dan saat itu juga, orang tua Izy menyuruh Kai untuk tidak berhubungan dan menemui Izy lagi. Orang tua Izy begitu marah mengetahui anaknya mempunyai hubungan dengan seseorang yang berbeda keyakinan. Orang tua Izy menentang keras hubungan mereka karena ayah Izy adalah salah seorang pemuka agama di kota itu, ayah Izy tidak ingin orang lain menghina atau membicarakan Izy yang  tidak-tidak jadi demi kebaikan Izy, hubungannya dengan Kai harus di akhiri. Akhirnya Izy mengakhiri hubungannya dengan Kai meskipun dia sama sekali tidak ingin hubungannya berakhir.

Setelah satu tahun, Izy tidak berhubungan dengan Kai lagi, dia tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan Kai. Izy mematuhi perintah orang tuanya.
Suatu saat ketika dia mengikuti lomba kimia pada tahun berikutnya, Izy mencari-cari sosok Kai. Dia begitu merindukannya, namun di sana tidak ada Kai. Kemudian dia bertemu dengan teman satu sekolah Kai dan dia menanyakan Kai. Ternyata Kai telah pindah sekolah ke kota lain dan tanpa sengaja temannya menyebutkan bahwa Kai memiliki seorang pacar yang cantik di sekolah barunya. Mendengar hal itu, Izy begitu terpukul, dia mengerjakan soal olimpiade dengan pikiran yang tidak jernih sehingga banyak jawaban yang tidak terisi. Dia menangis berhari-hari dan hidupnya berubah menjadi suram. Dia mengkemasi semua barang-barang yang berhubungan dengan Kai dan menempatkannya pada kotak kardus lalu ia menyimpannya.  Semenjak hal itu terjadi, dia berjanji tidak akan mencintai seseorang yang berbeda keyakinan.

Namun sekarang, setelah Izy bertemu Kai di bus itu. Dia bertekad untuk melepaskan Kai, karena Kai terlihat bahagia dan dia tidak ingin menyakiti Kai dengan tetap berhubungan dengannya. Dia membakar seluruh isi kotak itu. Dia cukup senang karena hari itu dia dapat melihat wajah Kai lagi, Kai pun menyapanya dan tidak membenci Izy.  Meskipun Izy melupakan Kai namun rasa cinta Izy pada Kai tidak benar-benar hilang.

Tidak ada komentar: